17 November 2009


Yaumu an-Nahr


ImageKaum muslimin rohimakumulloh, sebentar lagi akan datang hari raya, yaitu Hari Raya Qurban. Orang juga menyebutnya Idul Adha atau juga disebut yaumu an-nahr dalam beberapa atsar. Apapun sebutannya itu tidak penting. Yang penting bagaimana kita bisa mengapresiasinya dan melaksanakan dalam tataran praktik yang benar sebagai bagian dari ibadah kita. Banyak orang yang masih ragu untuk berkurban setiap tahun. Ada beberapa alasan, diantaranya karena itu sunnah bukan wajib. Perkataan itu memang benar, tetapi kalau mau lebih jauh lagi sunnahnya adalah muakad - sunnah yang dikuatkan. Sebab di dalam al-quran Allah menjelaskan itu dengan tuntas. Kemudian sebagian lagi ada yang berargumen kalau hadits – hadits yang berhubungan dengan qurban ini lemah. Dengan alasan ini, maka pada kesempatan ini saya hanya ingin menunjukkan atsar yang bersumber dari quran saja. Apakah ada yang masih menyangsikan al-Quran? Padahal sebenarnya banyak sumber kuat - hadits shohih yang menerangkannya.

Berqurban tidak hanya sekedar mengenang kisah Nabiyulloh Ibrohim alaihi as-salaam menyembelih putranya Nabi Ismail seperti yang diceritakan dalam Surat Shoffat ayat 100 – 109, Allah berfirman: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." Kisah lengkapnya ada dalam Kitab Dzurrotun Nashihin, namun saya tidak akan bahas di sini.

Juga bukan hanya mengingat ulang kisah Qobil dan Habil putra Nabi Adam alaihi as-salaam sebagaimana Allah firmankan dalam kitabnya, Surat Maidah ayat 27. Allah berfirman ; Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."

Pun jua tidak hanya untuk mengenang perintah Allah yang diwahyukan kepada Rasululloh SAW dalam surat Al-Kautsar; “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar (nikmat yang banyak). Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Ketiga dalil di atas menunjukkan bahwa berkurban adalah salah satu perilaku ibadah yang ada sejak dulu kala. Sunah – sunah itu ada sejak dulu sebagai perintah Allah kepada hambanya. Memang dia tidak seperti puasa, sholat, haji atau zakat yang mempunyai hukum lebih kuat yaitu wajib, berkurban ini layaknya bersedekah. Ia tidak wajib, tapi ia adalah perilaku ibadah orang – orang sholeh dari dulu. Sudah semacam ketetapan amal, sebagai bagian amilush sholihaat gandengannya keimanan. Bisa disimak dalam Surat al-Hajj ayat 36 – 37, Allah berfirman; Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dengan jelas Allah menerangkan bahwa daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Nah, dengan jelas di sini korelasinya bahwa berkurban adalah representasi dari tingkat ketakwaan seseorang di depan Allah. Gampangnya orang yang mau berkorban berarti dia telah membuktikan keimanan dan ketakwaannya dengan sesuatu yang menjadi perintah Allah. Jadi tidak tepat lagi kalau beralasan dalil – dalil qorban itu lemah atau melihat ini dari sisi amalan bukan wajib. Karena ia adalah salah satu amalan yang sangat dicintai Allah. Dan bukankah wujud ketakwaan yang sebenarnya itu adalah cintanya hamba kepada Yang Kuasa? Dengan jalan melakukan apa yang Dia suka. Jadi, mari berkurban.

oleh: Ustadz Faizunal Abdillah ---- official LDII Website ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar